Oleh-oleh Liburan: The Power of Story
'Biasanya saya cuma skip aja lihat FB teman, tetapi pas perjalanan Ibu selalu saya baca sampai detail, sampai tau apartemen dari AirbNb yang tidak Ibu rekomen - kepo banget ya Bu...'
Ini cuplikan komentar Bu Yulita, kolega saya sesama dosen di IPMI International Business School yang diselipkan diantara diskusi kami di email soal pengajaran.
Kepo atau rasa keinginan tahu yang tinggi ini sebenarnya sudah menjadi salah satu dari syarat dasar dalam sosialisasi. Asalkan kepo positif dan bukan kepo negatif, akan membantu seseorang memahami perjalanan kehidupan teman-temannya. Bukankah dengan mengikuti cerita-cerita teman di dalam media sosial yang mudah diakses, kita menjadi well-informed dan 'connected' alias nyambung.
Sudah sering dibahas dalam pelajaran branding, bahwa membina produk, jasa atau personal di alam modern ini ditentukan oleh bagaimana manajemen 'cerita brand'.
Lukisan MonnaLisa di Museum Louvre memang bagus tetapi bisa katakan bahwa ceritanya lah yang menjadi daya tarik lukisan tersebut, bukan semata lukisan itu sendiri. Hanya dengan cerita yang mengesankan saja yang membuat orang rela berjam-jam untuk antri menyaksikan sebuah lukisan dari jarak dekat. Kepandaian pemerintah Perancis dalam mengelola cerita tersebut harus diacungi jempol.
Contoh destination brand lainnya: orang dari berbagai negara berkumpul di panas terik siang hari, hanya agar bisa melemparkan koin ke kolam yang populer yaitu "Trevi Fountain' di kota Roma. Kegiatan melempar koin ini dikaitkan dengan mitos bahwa yang melempar koin akan kembali lagi kesana, suatu waktu nanti. Salah seorang teman menimpali bahwa mitos itu benar asalkan koinnya koin Euro, tidak boleh koin uang rupiah 500 karena akan kembalinya ke Jakarta saja.
Pengelolaan cerita yang unggul seperti ini bagi destination brand di Indonesia belum menjadi perhatian dari Pemerintah Indonesia khususnya oleh Dinas Pariwisata. Tidak usah jauh-jauh mengambil contoh. Lihat saja bagaimana perbedaan antara minat terhadap batu Akik sekarang dengan beberapa tahun yang lalu. Saya yakin batu Akik atau produk nya masih tetap sama, tetapi ceritanya sudah luntur.
Sayang sekali, saat cerita Akik sedang hangat-hangatnya, pemerintah tidak cukup meluangkan waktu dan perhatian untuk membina cerita Akik. Dalam kolom saya di media ini, "The Power of Story: Timsus Penyelamat Cerita Akik" sudah pernah dibahas tentang Cerita akik yang perlu dipikirkan dan diselamatkan.
Cerita sebuah brand beragam, dari yang membosankan hingga yang mengesankan. Cerita brand yang biasa-biasa saja dikatakan tidak memiliki sebuah 'stopping power' atau 'attention grabber' sehingga ia akan masuk ke dalam kehidupan konsumennya tetapi langsung hilang, tidak berbekas. Pesan brand (brand message) yang diramu dan didisain dalam sebuah cerita yang tidak memiliki stopping power sangat sia-sia.
Personal brand yang saya bina sebenarnya sudah sejak lama mencoba untuk hadir dalam kehidupan teman, kolega, student, bahkan partner bisnis dan prospek. Dengan hashtag #EtnoamaliaJourney setiap hari dirangkai cerita kegiatan agar memberikan gambaran yang nyata kepada para stakeholders tentang tawaran sebuah personal brand.
Ternyata, terlalu banyak muatan 'serius' dan teknis pekerjaan tidak memiliki kekuatan mengait audience. Cerita sehari-hari yang kering bisa jadi hanya menghasilkan respon "oke, saya tau sekarang bahwa ada kegiatan A, B dan C, tapi setelah itu so what..."
"What's in it for me" (WIIFM)
Istilah ini sering digunakan untuk menjelaskan bahwa benefit bagi konsumen, 'for me' inilah yang harus dipikirkan dalam sebuah kampanye brand. Tanpa relevansi isi atau topik, maka gagal memenuhi kaidah WIIFM tersebut.
Karena itu pada saat liburan keluarga bulan lalu, saya mulai memikirkan sebuah topik khusus yaitu tambahan hashtag #familyvacation mendampingi hastag yang sudah ada yaitu #EtnoamaliaJourney. Kata 'family' dan 'vacation' merupakan dua kombinasi kata yang menjanjikan sebuah tayangan cerita liburan yang penuh dimensi.
Family dan Vacation adalah aspek yang sangat dekat dengan kehidupan teman-teman, kolega, client hingga prospek bisnis. Ceritanya menjadi ditunggu, journey demi journey di tiap negara yang kami kunjungi mendapatkan sambutan. Banyak diantara audience ternyata termasuk yang 'family-oriented' person, sehingga hal-hal menarik seputar #familyvacation menjadi kail yang cukup tajam.
Dari hasil observasi berbagai diskusi dan komentar serta pertanyaan baik di instagram, facebook maupun twitter, komunitas bisnis saat ini terdiri dari 'penggemar travelling' dan 'percaya kepada cerita teman yang nyata dibandingkan travel agent'.
Salah seorang prospek berkomentar dalam email: 'I follow your journey, can see you had a blast there'. Salah satu teman yang sangat jarang respon Facebook apalagi diskusi, dengan tidak disangka menanyakan itinerary perjalanan secara spesifik karena ia akan berangkat dengan keluarga nya ke destinasi yang sama.
Teman FB lain, menariknya, bahkan langsung copy-paste style insta campain #EtnoamaliaJourney dengan membuat posting dengan gaya mirip menceritakan liburannya di Jepang. Wah, sepulang dari liburan, akan saya tagih biaya konsep dan kreatifitas.
Beberapa lainnya ikut nimbrung bercerita tentang pengalamannya di spot yang sama. Bahkan menambahkan fakta-fakta tentang brand story yang sedang dibahas misalnya "Kereta Thalys ini berkecepatan 350 km/jam" atau "para bangsawan wanita perancis yang dahulu tinggal di Versailles itu sebenarnya bau karena jarang mandi. Itu kata Guide saya dulu'. Bahkan sampai banyak yang terbentuk interest terhadap 'destination brand' yang diangkat "kapan ya, saya juga mau kesanaaaa..."
Kekuatan kampanye #familyvacation saya raskan semalam saat bertemu lagi dengan student di kelas Branding & Value Creation di Binus. Kelas dibuka dengan pembahasan seputar produk inovasi sederhana yang saya temui di Venezia dan dibahas dalam #EtnoamaliaJourney. Menciptakan 'connection' antara lecturer-student bisa dilakukan sambil berlibur.
Selamat menciptakan dan mengelola cerita brand yang berkesan.
(Dimuat di Kolom Branding Solution, Koran SINDO, Mei 2016)
No Comment
Informasi Workshop
Silahkan mendaftarkan Workshop ke Driana (0811186060 ) / driana@etnomark.com
Categories
Archives
2018
2017
2016
2015
2014
2013
2012
2011
Book Collection
Dapatkan harga promosi Consumer Insight via Ethnography - Mengungkap yang tidak terungkap oleh Amalia Maulana dengan harga Rp 75,000 (belum termasuk ongkir)